JAKARTA - Produksi minyak nasional hingga November 2025 tercatat mencapai 606 ribu barel per hari (bph).
Capaian ini menunjukkan hasil positif dari serangkaian konsolidasi dan perbaikan yang dilakukan sejak tahun sebelumnya, sekaligus menjadi indikator keberhasilan pemerintah dan industri dalam menjaga ketahanan energi nasional.
Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan, pencapaian ini merupakan bukti bahwa langkah-langkah strategis yang diterapkan sejak 2024 mulai menunjukkan hasil nyata. “Kita lihat dari capaian pada tahun 2025 ini sampai dengan akhir November, tingkat produksi sekitar 606 ribu barel per hari.
Jadi kami melihat konsolidasi yang dilakukan pada tahun 2024 menunjukkan hasil yang cukup signifikan,” ujarnya di sela Rapat Koordinasi Dukungan Bisnis SKK Migas, Rabu.
Target Produksi 2026 Meningkat, Strategi Pemerintah Terus Didorong
Pemerintah menargetkan produksi minyak tahun depan sebesar 610 ribu bph, sedikit lebih tinggi dibanding target 2025 yang sebesar 605 ribu bph. Peningkatan ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk terus mendorong pemenuhan kebutuhan energi domestik sekaligus mengurangi ketergantungan pada impor BBM.
“Pada tahun 2024, tingkat produksi kita sekitar 580 ribu barel per hari. Jadi dengan adanya peningkatan sekitar 25 ribu bph pada tahun 2025 ini merupakan bagian capaian dalam rangka ketahanan energi,” jelas Yuliot.
Target ini diharapkan dapat tercapai melalui kombinasi optimasi lapangan existing, pengembangan lapangan baru, serta pemanfaatan teknologi terkini dalam sektor hulu migas.
Peningkatan produksi ini juga sejalan dengan strategi pemerintah untuk memperkuat ketahanan energi nasional. Dengan meningkatnya output minyak, Indonesia diharapkan mampu menjaga stabilitas pasokan domestik dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kendala Infrastruktur dan Regulasi yang Masih Menjadi Tantangan
Meski capaian produksi membaik, sejumlah kendala masih dihadapi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di lapangan. Faktor-faktor seperti perizinan yang berlapis, pengadaan lahan, kewajiban Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), dan kesiapan ekosistem industri domestik menjadi hambatan utama dalam mempercepat produksi.
“Yang perlu dilakukan itu terkait penyediaan infrastruktur dasar yang diperlukan. Jadi percepatan baik oleh perusahaan KKKS sendiri maupun oleh pemerintah sangat penting,” kata Yuliot. Infrastruktur dasar yang dimaksud meliputi fasilitas pemrosesan, pipa distribusi, dan sarana transportasi energi yang memadai.
Selain itu, aspek regulasi dan prosedur administrasi masih memerlukan penyederhanaan agar kegiatan operasional KKKS bisa lebih efisien. Dengan adanya kemudahan dalam hal perizinan, pengusaha migas dapat fokus pada peningkatan produksi dan pemanfaatan teknologi baru.
Upaya Perbaikan dan Rekomendasi Strategis
Untuk mengatasi berbagai kendala, pemerintah tengah merangkum seluruh permasalahan KKKS menjadi rekomendasi resmi. Tujuannya adalah memastikan regulasi dan dukungan infrastruktur dapat berjalan seiring, sehingga investasi di sektor migas tetap menarik dan berkelanjutan.
Langkah-langkah strategis yang sedang dilakukan meliputi percepatan penyediaan fasilitas pendukung, penyederhanaan prosedur perizinan, hingga penguatan ekosistem industri dalam negeri. Semua ini ditujukan agar target produksi dapat tercapai tanpa mengorbankan kualitas dan keamanan operasi.
Tak hanya itu, pemerintah juga mendorong optimalisasi lapangan yang sudah ada dengan menggunakan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR), modernisasi fasilitas, dan digitalisasi proses produksi. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan volume produksi sekaligus menekan biaya operasional.
Peran KKKS dan Industri Migas
Kontraktor Kontrak Kerja Sama memiliki peran sentral dalam memastikan target tercapai. Selain mengelola produksi, KKKS dituntut untuk menerapkan praktik ramah lingkungan, memperkuat keamanan operasional, serta memastikan transfer teknologi ke dalam negeri.
Kolaborasi antara pemerintah dan KKKS sangat penting. Pemerintah menyediakan regulasi yang mendukung dan infrastruktur dasar, sementara KKKS menghadirkan inovasi teknologi, peningkatan kapasitas produksi, dan penyerapan tenaga kerja lokal.
Sinergi ini menjadi fondasi agar sektor migas tetap stabil dan mampu berkontribusi maksimal bagi ekonomi nasional.
Dampak Positif Terhadap Ekonomi dan Ketahanan Energi
Peningkatan produksi minyak memiliki dampak langsung terhadap ketahanan energi Indonesia. Dengan pasokan yang lebih stabil, pemerintah dapat mengurangi impor BBM dan menekan volatilitas harga di dalam negeri.
Selain itu, industri migas juga menjadi sumber lapangan kerja signifikan, menyerap tenaga kerja langsung dan tidak langsung di berbagai daerah.
Yuliot menyebutkan, identifikasi kendala di lapangan akan dirangkum menjadi rekomendasi yang akan meningkatkan efisiensi, memperkuat investasi, dan memperluas kesempatan kerja. Dengan begitu, sektor migas dapat terus menjadi motor penggerak ekonomi dan ketahanan energi nasional.
Langkah Kedepan dan Konsistensi Strategi
Ke depan, pemerintah akan terus memantau capaian produksi serta mengidentifikasi potensi lapangan baru. Dukungan infrastruktur, penyederhanaan regulasi, dan transfer teknologi tetap menjadi fokus utama agar target produksi minyak tahun depan tercapai.
Dengan capaian produksi 606 ribu bph hingga November 2025 dan target 610 ribu bph di 2026, Indonesia menunjukkan kemampuan untuk memperkuat ketahanan energi sambil menghadapi berbagai tantangan infrastruktur dan regulasi.
Sinergi pemerintah, KKKS, dan industri menjadi kunci keberhasilan jangka panjang, memastikan pasokan energi tetap aman, berkelanjutan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.