JAKARTA - Empat proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) milik PT Pertamina Geothermal Energy Tbk. (PGE) berpotensi memperoleh pendanaan luar negeri hingga US$613 juta atau sekitar Rp10,2 triliun. Potensi ini muncul setelah keempat proyek masuk dalam Blue Book 2025–2029 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas).
Direktur Eksplorasi & Pengembangan PGE, Edwil Suzandi, menyebutkan keempat proyek itu meliputi Lumut Balai Unit 3, Lumut Balai Unit 4, Gunung Tiga/Ulubelu Extension I, dan Lahendong Unit 7–8 & Binary. Total nilai investasi untuk proyek-proyek tersebut mencapai lebih dari US$1,09 miliar, menunjukkan skala pengembangan energi bersih yang signifikan.
Skema Pendanaan dan Kontribusi Energi Bersih
Pendanaan luar negeri potensial ini akan menggunakan skema indicative concessional loan dengan dukungan lembaga multilateral seperti World Bank, ADB, JBIC, atau JICA. Skema ini menawarkan biaya rendah dan tenor panjang, sehingga meningkatkan kelayakan ekonomi proyek secara signifikan.
Edwil menilai langkah ini merupakan bukti komitmen PGE mendukung percepatan transisi energi nasional. Ia menambahkan, pengembangan proyek akan menghadirkan multiplier effects, mulai dari penciptaan lapangan kerja hingga tumbuhnya ekonomi lokal di sekitar wilayah operasi.
Realitas proyek ini diproyeksikan menambah kapasitas listrik rendah emisi sebesar 215 MW. Produksi listrik direncanakan beroperasi bertahap mulai 2029 hingga 2032, memperkuat portofolio panas bumi PGE yang menargetkan 3 GW.
Karakteristik dan Peran Strategis Proyek
Masing-masing proyek memiliki peran strategis berbeda untuk memperkuat bauran energi terbarukan nasional. Lumut Balai Unit 3 dan Unit 4, masing-masing dengan capex US$305 juta dan US$290 juta, akan memperkokoh klaster panas bumi PGE di Sumatera Selatan.
Gunung Tiga/Ulubelu Extension I, dengan capex US$227 juta, akan menambah pasokan energi bersih di Lampung melalui teknologi two-phase binary. Sementara Lahendong Unit 7–8 & Binary (capex US$274 juta) memperluas pengembangan panas bumi di Sulawesi Utara, wilayah dengan potensi geothermal terbesar di Indonesia.
Manfaat Ekonomi dan Kelayakan Investasi
Selain memperkuat energi terbarukan, proyek ini memberi dampak ekonomi signifikan. Melalui skema Subsidiary Loan Agreement (SLA), pinjaman terusan dari lembaga multilateral ke Pemerintah Indonesia memberikan pembiayaan berbiaya rendah dan berjangka panjang.
Skema ini berpotensi meningkatkan Internal Rate of Return (IRR) proyek sebesar 1–3 persen. Hasilnya, proyek menjadi lebih layak secara finansial sekaligus memastikan keberlanjutan investasi jangka panjang bagi PGE dan pemangku kepentingan.
Tahap berikutnya, PGE akan memasuki negosiasi dengan lembaga multilateral untuk mendapatkan term pendanaan paling optimal. Hal ini mencakup struktur pembiayaan, suku bunga, tenor, serta persyaratan teknis dan lingkungan yang mendukung keberlanjutan proyek.
Persiapan Masuk Green Book
Langkah PGE tidak berhenti pada penetapan proyek dalam Blue Book. Perseroan tengah menyusun readiness criteria agar proyek bisa masuk ke Green Book, yang membuka akses penuh terhadap pendanaan luar negeri.
Proses ini dilakukan bersama PT Pertamina (Persero), Kementerian PPN/Bappenas, dan Kementerian Keuangan. Semua aspek teknis, sosial, lingkungan, dan finansial harus siap secara menyeluruh agar pendanaan internasional dapat direalisasikan secara efektif.
Dengan pendanaan ini, PGE dapat mempercepat pembangunan proyek secara berkelanjutan. Efisiensi dan kesiapan proyek diharapkan menegaskan posisi Indonesia sebagai salah satu negara dengan pengembangan energi panas bumi terbesar di dunia.