JAKARTA - Saat ini berbagai produk tinggi protein semakin mudah ditemukan di pasaran dan diminati masyarakat luas. Fenomena tersebut tidak lepas dari dorongan tren gaya hidup sehat yang berkembang besar lewat media sosial dan komunitas kebugaran.
Mulai dari makanan ringan, yogurt, es krim, hingga minuman kemasan, semuanya kini tersedia dalam versi berlabel “high-protein”. Promosi dan rekomendasi dari sejumlah fitness influencer turut memperkuat anggapan bahwa semakin banyak protein yang dikonsumsi maka semakin baik bagi tubuh.
Protein memang merupakan makronutrien penting yang berperan dalam pertumbuhan sel dan pemeliharaan jaringan tubuh. Namun para ahli menilai bahwa pemahaman mengenai seberapa besar kebutuhan protein harian kerap disalahartikan publik.
Di tengah euforia produk protein ini, muncul banyak klaim yang belum memiliki bukti ilmiah kuat. Perdebatan mengenai jumlah asupan ideal terus memunculkan kebingungan di kalangan masyarakat.
Rekomendasi Berbeda Antara Ilmuwan dan Media Sosial
Pedoman kesehatan resmi menetapkan asupan minimal 0,8 gram protein per kilogram berat badan per hari. Angka itu dimaksudkan sebagai jumlah terendah untuk mencegah kekurangan protein pada orang sehat.
Sebaliknya, beberapa tokoh kebugaran di media sosial justru mendorong konsumsi dua kali lipat dari anjuran resmi. Mereka menilai kebutuhan protein yang besar akan memberikan hasil tubuh ideal secara lebih cepat.
Perbedaan pendapat ini membuat masyarakat sulit menentukan standar yang sebenarnya aman. Banyak orang akhirnya mengonsumsi protein tinggi tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap metabolisme tubuh.
Katherine Black, pakar nutrisi olahraga, menyampaikan kekhawatirannya mengenai klaim protein yang berlebihan. Ia menegaskan bahwa tidak ada penelitian kuat yang mendukung klaim tersebut sehingga tidak layak dijadikan acuan.
Menurut Black, kebutuhan protein setiap orang berbeda dan dapat berubah sepanjang tahapan kehidupan. Ia menilai meningkatnya permintaan suplemen protein tidak lepas dari taktik pemasaran agresif industri makanan.
Fernanda Marrocos, peneliti gizi dari Brasil, menyebut mitos kebutuhan protein tinggi sudah tertanam kuat di masyarakat. Narasi yang dibangun industri membuat protein diposisikan seperti solusi untuk semua masalah kesehatan.
Pandangan tersebut dapat menyesatkan karena tidak ada satu pun nutrisi yang mampu bekerja sendiri untuk kesehatan optimal. Keseimbangan konsumsi tetap menjadi kunci utama pemenuhan gizi.
RDA Hanya Batas Minimum, Bukan Target Ideal
Penelitian mengenai kebutuhan protein sebenarnya telah dilakukan selama lebih dari seratus tahun. Metode yang digunakan berfokus pada keseimbangan nitrogen dalam tubuh untuk menilai kecukupan asupan protein.
Anjuran 0,8 gram per kilogram berat badan merupakan RDA yang mewakili 97–98 persen populasi sehat. Tujuan utama angka ini adalah mencegah defisiensi protein yang mampu memengaruhi fungsi tubuh.
Namun banyak peneliti setuju bahwa RDA bukan angka optimal, melainkan batas minimum. Kualitas hidup dan kesehatan otot dapat meningkat jika konsumsi protein berada di atas batas tersebut.
Peneliti Donald Layman menyarankan kisaran ideal berada antara 1,2 hingga 1,6 gram per kilogram berat badan per hari. Ia menilai angka ini mampu memberikan manfaat lebih pada perkembangan dan pemeliharaan massa otot.
Kebutuhan protein meningkat pada kelompok tertentu seperti lansia, karena mereka rentan mengalami penurunan massa otot. Asupan lebih tinggi terbukti dapat mengurangi kehilangan massa otot dalam persentase signifikan.
Bagi atlet atau individu yang rutin latihan angkat beban, asupan hingga 1,6 gram per kilogram berat badan mampu meningkatkan kekuatan dan pertumbuhan otot. Tetapi konsumsi melebihi angka itu tidak memberikan hasil lebih baik.
Peneliti Nicholas Burd menyebut konsumsi terlalu tinggi akan menyebabkan tubuh membuang protein yang tidak diperlukan. Proses tersebut membuat metabolisme protein menjadi tidak efisien dan justru membebani tubuh.
Protein memang penting dalam proses pemulihan dan pembentukan otot. Akan tetapi, peningkatan asupan tanpa pengawasan dapat menyebabkan beban tambahan pada ginjal dan pencernaan.
Narasi berlebihan yang menyarankan konsumsi hingga 2,2 gram per kilogram sering kali tidak mempertimbangkan kondisi kesehatan individu. Anjuran publik harus selalu diikuti bukti dan evaluasi ilmiah.
Perbedaan Kualitas Protein Hewani dan Nabati
Selain jumlah, kualitas protein kini menjadi diskusi penting dalam dunia nutrisi. Tubuh manusia memerlukan sembilan asam amino esensial yang tidak dapat diproduksi sendiri.
Sumber protein hewani dinilai memiliki profil asam amino yang paling lengkap sesuai kebutuhan tubuh manusia. Ketersediaan biologisnya juga lebih tinggi dibandingkan protein nabati.
Sebaliknya, sumber protein tumbuhan memerlukan variasi konsumsi yang lebih beragam untuk memenuhi semua asam amino esensial. Komposisi nutrisi pada tanaman sebenarnya dirancang untuk kebutuhan tumbuhan itu sendiri.
Layman mengkritik pedoman yang menyamakan semua sumber protein tanpa mempertimbangkan kualitas asam aminonya. Ia memberikan contoh perbandingan antara almond dan dada ayam yang sering disalahpahami masyarakat.
Untuk menggantikan jumlah protein dari 28 gram dada ayam, diperlukan lebih dari 115 gram almond. Hal ini menunjukkan perbedaan efisiensi pemenuhan kebutuhan protein berdasarkan sumbernya.
Robert Wolfe mengusulkan agar pedoman diet mulai memasukkan penilaian kualitas protein dalam rekomendasi resmi. Analisis protein tidak hanya dari jumlah, namun juga ketersediaan asam amino dan tingkat daya cerna.
Meski begitu, organisasi kesehatan tetap mendorong konsumsi protein nabati karena lemak jenuh pada daging merah dapat memicu risiko penyakit jantung. Faktor keberlanjutan lingkungan juga menjadi alasan penting dalam rekomendasi tersebut.
Peneliti Burd menekankan bahwa campuran protein hewani dan nabati masih menjadi strategi efektif. Suplemen bisa dipertimbangkan bagi mereka yang memilih pola makan berbasis tanaman.
Tubuh yang sudah memperoleh protein esensial dalam jumlah cukup tidak memerlukan peningkatan berlebihan. Konsumsi yang proporsional tetap menjadi pilihan paling aman bagi kesehatan jangka panjang.