JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan gelombang tinggi yang berpotensi terjadi di sejumlah perairan Indonesia pada 5–8 Desember 2025.
Peningkatan gelombang ini dipicu oleh bibit siklon tropis 93W yang terbentuk di Laut Filipina utara Papua Barat Daya.
Prakirawan BMKG, Capriati Ariska, menyebutkan bahwa kondisi ini menyebabkan percepatan angin dan kenaikan tinggi gelombang yang harus diwaspadai masyarakat pesisir serta pelayaran. BMKG menekankan pentingnya kewaspadaan bagi seluruh pengguna laut.
Pola Angin dan Dampaknya terhadap Gelombang Laut
Capriati menjelaskan, di wilayah utara Indonesia, angin bergerak dari barat hingga utara dengan kecepatan 6–30 knot. Sementara di bagian selatan, pola angin bergerak dari tenggara hingga barat daya dengan kecepatan 4–25 knot.
"Kecepatan angin tertinggi terpantau di Laut Natuna Utara, Selat Karimata, Laut Sulawesi, dan Samudra Pasifik utara Papua," ujar Capriati. Kondisi ini menjadi faktor utama terbentuknya gelombang tinggi di perairan tersebut.
Angin yang kencang memicu gelombang laut meningkat, sehingga potensi risiko bagi aktivitas pelayaran semakin besar. Nelayan dan operator kapal diminta menyesuaikan jadwal operasional agar tetap aman.
Wilayah Terancam Gelombang 1,25–2,5 Meter
Gelombang dengan ketinggian 1,25–2,5 meter berpotensi muncul di sejumlah wilayah perairan Indonesia. Beberapa wilayah yang terdampak antara lain Selat Malaka bagian utara, Samudra Hindia barat Kepulauan Nias, Samudra Hindia selatan Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, dan Selat Karimata bagian utara.
Wilayah lain yang berisiko termasuk Laut Sulawesi bagian tengah, Laut Maluku, Samudra Pasifik utara Papua Barat, serta Samudra Hindia barat Aceh dan Kepulauan Mentawai. Gelombang ini dapat menimbulkan hambatan bagi pelayaran nelayan maupun kapal perdagangan kecil.
BMKG menekankan bahwa meski gelombang ini tergolong sedang, kewaspadaan tetap diperlukan untuk mencegah kecelakaan dan kerusakan alat transportasi laut.
Gelombang Lebih Tinggi 2,5–4 Meter di Beberapa Laut
Gelombang yang lebih tinggi, yakni 2,5–4 meter, berpotensi terjadi di Laut Natuna Utara dan Samudra Pasifik utara Maluku. Capriati menegaskan, gelombang dengan ketinggian ini bisa menimbulkan risiko serius bagi kapal besar, kapal pesiar, maupun tongkang.
"Potensi gelombang tinggi di beberapa wilayah tersebut dapat berisiko terhadap keselamatan pelayaran," ujarnya. BMKG menekankan bahwa kapal ukuran besar harus menyesuaikan kecepatan operasional dan ketinggian gelombang yang aman.
Nelayan dan operator kapal dianjurkan menunda aktivitas di laut jika kondisi cuaca ekstrem diperkirakan terjadi. Pemantauan rutin cuaca laut menjadi kunci untuk mengurangi risiko kecelakaan.
Imbauan BMKG untuk Keselamatan Pesisir dan Pelayaran
BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap waspada, terutama nelayan yang menggunakan perahu kecil. Mereka diminta mewaspadai kecepatan angin di atas 15 knot dan gelombang di atas 1,25 meter.
Untuk kapal tongkang, waspada diperlukan saat angin melebihi 16 knot dan gelombang lebih dari 1,5 meter. Kapal ferry harus memperhatikan kecepatan angin di atas 21 knot dan gelombang 2,5 meter ke atas.
Sementara kapal besar seperti kapal kargo dan pesiar harus berhati-hati jika angin melebihi 27 knot dan gelombang di atas 4 meter. BMKG menekankan agar masyarakat pesisir selalu memantau informasi cuaca resmi untuk keselamatan aktivitas sehari-hari.
BMKG menegaskan bahwa fenomena gelombang tinggi akibat bibit siklon 93W adalah bagian dari dinamika cuaca laut yang wajar, namun tetap memerlukan kewaspadaan ekstra. Pemantauan rutin dan kepatuhan terhadap peringatan resmi menjadi langkah utama untuk mengurangi risiko kecelakaan di perairan Indonesia.