JAKARTA - Perubahan besar dalam koordinasi manfaat antara BPJS Kesehatan dan asuransi swasta akhirnya memasuki babak baru setelah skema terbaru Coordination of Benefit (COB) disahkan oleh Kementerian Kesehatan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa aturan tersebut kini menjadi dasar penting dalam penguatan kolaborasi antara dua penyelenggara layanan kesehatan tersebut.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (KE PPDP) Ogi Prastomiyono menjelaskan bahwa aturan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan HK.01.07/MENKES/1117/2025. Ia memastikan bahwa ketentuan tersebut juga akan diakomodasi dalam Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) terkait penguatan ekosistem asuransi kesehatan.
Ogi menyebutkan bahwa kebijakan baru ini memberikan arah yang lebih jelas mengenai pembagian peran antara BPJS Kesehatan dan perusahaan asuransi swasta. Ia menilai bahwa struktur skema COB sebelumnya membutuhkan penyempurnaan agar peserta JKN dapat memperoleh layanan yang lebih transparan dan terukur.
Melalui pengesahan aturan tersebut, peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang juga memiliki polis asuransi swasta kini mendapatkan jalur layanan yang lebih fleksibel. Ogi menilai bahwa model baru ini memberi ruang lebih besar bagi peserta untuk menyesuaikan layanan dengan kebutuhan masing-masing.
Dalam penjelasannya, Ogi memaparkan bahwa terdapat dua jalur layanan yang dapat dipilih oleh pemegang polis. Kedua jalur tersebut memberikan porsi pertanggungan yang lebih jelas antara BPJS Kesehatan dan perusahaan asuransi swasta.
Dua Jalur COB untuk Peserta JKN dan Pemegang Polis Asuransi Swasta
Pada jalur pertama, peserta diarahkan untuk melalui fasilitas kesehatan tingkat pertama dengan mengikuti seluruh prosedur BPJS Kesehatan. Prosedur tersebut mencakup penerapan critical pathway dan penilaian medical efficacy sebelum layanan tingkat lanjutan diberikan.
Melalui jalur ini, batas pertanggungan maksimal ditetapkan sebesar 250 persen dari tarif JKN yang berlaku. Dari total tersebut, BPJS Kesehatan akan menanggung 75 persen dari batas maksimal, sedangkan asuransi swasta dapat memberikan manfaat tambahan hingga 175 persen.
Model ini dinilai tetap mempertahankan prinsip berjenjang dalam layanan kesehatan, namun tidak mengabaikan kebutuhan peserta yang membutuhkan layanan lebih luas. Ogi meyakini bahwa jalur pertama akan membantu peserta yang ingin tetap memanfaatkan mekanisme pelayanan standar namun tetap memiliki ruang tambahan dari asuransi swasta.
Sementara itu, jalur kedua memberikan fleksibilitas lebih besar bagi peserta. Dalam jalur ini, peserta dapat langsung mengakses rumah sakit komersial tanpa harus melewati fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Namun demikian, peserta tetap diwajibkan terdaftar aktif sebagai bagian dari JKN dan telah membayar iuran secara penuh. Ketentuan tersebut ditetapkan agar mekanisme pembiayaan tetap selaras dengan sistem jaminan kesehatan nasional.
Pada jalur kedua, rumah sakit dapat langsung memberikan layanan kepada peserta tanpa rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama. Perusahaan asuransi swasta dapat menanggung biaya layanan hingga batas maksimal 250 persen yang telah ditetapkan.
Menurut Ogi, skema ini membuat koordinasi antara BPJS Kesehatan dan asuransi swasta menjadi jauh lebih jelas. Ia menyatakan bahwa pilihan tersebut memberi masyarakat jalur yang lebih cepat dan lebih murah dalam memperoleh layanan kesehatan.
Ia menegaskan bahwa fleksibilitas ini akan mempersempit celah ketidakjelasan dalam pembagian manfaat. Menurutnya, dalam praktiknya peserta diuntungkan karena dapat memilih layanan sesuai kebutuhan tanpa terhambat prosedur yang berbelit.
BPJS Kesehatan Tegaskan Skema COB Sebenarnya Sudah Berjalan
Sebelum aturan baru disahkan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebenarnya telah mengimplementasikan skema COB dalam layanan peserta. Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, memastikan bahwa peserta sudah memiliki akses terhadap koordinasi manfaat tersebut.
Ghufron memaparkan bahwa peserta BPJS Kesehatan telah dapat menggunakan skema COB untuk memperoleh layanan yang lebih tinggi dari kelas yang tertera. Ia menyebutkan bahwa skema tersebut sudah digunakan dalam pelayanan rawat jalan eksekutif.
Menurut Ghufron, peserta BPJS Kesehatan bisa memanfaatkan skema COB untuk menambah fasilitas layanan tanpa mengganggu mekanisme manfaat utama JKN. Ia menegaskan bahwa konsep COB pada dasarnya memungkinkan pembagian penanggung antara BPJS Kesehatan dan asuransi swasta.
Ia menjelaskan bahwa aturan yang berlaku saat ini menetapkan maksimal tambahan biaya manfaat sebesar Rp400.000. Angka tersebut dapat ditanggung oleh peserta sendiri, ditanggung perusahaan tempat peserta bekerja, atau ditanggung oleh asuransi kesehatan tambahan.
Ghufron menilai bahwa peningkatan skema COB akan memperkuat kerja sama layanan antara BPJS Kesehatan dan industri asuransi swasta. Ia berharap aturan baru dapat memperluas akses layanan bagi masyarakat sekaligus meningkatkan kepastian bagi peserta.
Dalam kesempatan tersebut, Ghufron juga menyampaikan bahwa BPJS Kesehatan secara konsisten memperbaiki kualitas layanan agar kerjasama dengan pihak swasta dapat berjalan optimal. Ia menilai bahwa penguatan skema COB akan menjadi salah satu pilar penting dalam sistem jaminan kesehatan nasional.
Ia menambahkan bahwa pembaruan regulasi akan memperkecil potensi tumpang tindih manfaat bagi peserta. Menurutnya, kejelasan aturan akan membuat peserta lebih tenang dalam menentukan jalur pelayanan.
Harapan pada Regulasi Baru untuk Perbaikan Sistem Jaminan Kesehatan
OJK menilai bahwa diterbitkannya skema COB terbaru akan memperbaiki berbagai persoalan yang selama ini muncul dalam pembagian manfaat layanan kesehatan. Ogi berharap bahwa aturan baru akan mengurangi kebingungan peserta mengenai mekanisme pembiayaan yang melibatkan dua penyelenggara tersebut.
Ia memandang bahwa kebutuhan masyarakat terhadap layanan kesehatan makin beragam sehingga sistem harus mampu memberi ruang bagi pilihan yang lebih luas. Menurutnya, masyarakat membutuhkan mekanisme yang tidak hanya transparan tetapi juga adaptif terhadap berbagai kebutuhan pengguna.
Dalam pandangan Ogi, jalur kedua yang lebih fleksibel memiliki nilai strategis untuk menjembatani kebutuhan layanan kesehatan premium. Ia percaya bahwa keberadaan opsi layanan langsung ke rumah sakit komersial akan mempercepat proses penanganan kesehatan bagi peserta tertentu.
Pada saat yang sama, ia menilai jalur pertama tetap penting bagi peserta yang ingin mengikuti prosedur berjenjang dengan biaya lebih terukur. Menurutnya, kombinasi dua jalur tersebut memberikan keseimbangan antara efisiensi dan kenyamanan.
Ogi menyampaikan bahwa RPOJK yang sedang disiapkan akan memberikan kepastian lebih menyeluruh terkait teknis pelaksanaan skema ini. Ia memastikan bahwa OJK akan mengatur detail yang diperlukan agar pelaksanaannya konsisten dan tidak menimbulkan interpretasi yang berbeda.
Ia menekankan bahwa implementasi aturan harus selalu mengutamakan kepentingan peserta. Menurutnya, skema COB hanya dapat berhasil jika peserta merasakan manfaat konkret dari kolaborasi BPJS Kesehatan dan asuransi swasta.
Dengan adanya skema baru ini, diharapkan kualitas layanan kesehatan nasional dapat meningkat secara signifikan. Baik pemerintah, OJK, maupun BPJS Kesehatan menaruh harapan besar agar pembaruan regulasi menjadi langkah penting menuju ekosistem layanan kesehatan yang lebih baik.